BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Akhlak Tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan.
Secara Historis dan teologis Akhlak Tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat.
Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW. Adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,
dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima,
hingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Quran.
Dan tujuan kami menulis makalah ini adalah guna untuk mengetahui pengertian hubungan Akhlak Tasawuf dari segipembagiannya
dengan ilmu lainnya seperti hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan, hubungan Ilmu Akhlak dengan Tauhid,
hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf, hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa (psikologi), hubungan Ilmu Akhlak dengan hokum,
hubungan Ilmu Akhlak dengan Sosiologi,
hubungan Ilmu Akhlak dengan Filsafat, hubungan Akidah dan Ibadah.
- Rumusan Masalah
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf ?
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan ?
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa (psikologi) ?
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan hukum ?
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Sosiologi ?
- Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Filsafat ?
- Apa hubungan Akidah dan Ibadah ?
- Tujuan Masalah
Guna mengetahui pengertian dari masing-masing pembagian Akhlak Tasawuf seperti hubungan Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Pendidikan, hubungan Ilmu Akhlak dengan Tauhid, hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf, hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa (psikologi), hubungan Ilmu Akhlak dengan hokum, hubungan Ilmu Akhlak dengan Sosiologi,
hubungan Ilmu Akhlak dengan Filsafat, hubungan Akidah dan Ibadah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Hubungan ilmu Akhlak Dengan Tasawuf
- Pengertian Akhlak
- Secara bahasa akhlak berasal dari bahasa arab “khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
- Secara istilah akhlak berarti : ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan yang buruk,antara yang terbaik dengan yang tercela, tentang perbuatan manusia, lahir dan batin.
- Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang
telah dirintis oleh Ulama Sufi, yang disebutnya sebagai suluk untuk mencapai suatu
tujuan, yaitu marifat kepada alam yang gaib, mendapatkan keridhoan Allah serta
kebahagiaan diakhirat.
- Hubungan Akhlak dan Tasawuf
Dari uraian diatas, dapat melihat dengan jelas bahwa hubungan akhlak dan tasawuf
sangat erat, dimana akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf
merupakan batas akhir akhlak. Atau dengan kata lain, akhlak merupakan sarana
untuk mengamalakan ajaran tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan tujuan sementara
akhlak. Karena tujuan akhirnya adalah sejahteraan dunia dan kebahagiaan diakhirat.
Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
akhlak yang tahapanya terdiri dari Takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk),
Tahalli (menghiasi dengan akhlak yang terpuji), Tajalli (terbukanya dinding penghalang
(hijab)) yang mebatasi manusia dengan tuhan, sehingga nur ilahi tampak jelas padanya.
Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang
dengan sendirinya berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja,
sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena paksaan.
Menurut Harun Nasution ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Quran
dan Al Hadist mementingkan Akhlak. Al-Quran dan Al Hadist menekankan nilai-nilai
kejujuran, kesetia kawananan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong
menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar,
pemurah, keramahan, bersih hari, berani kesucian, hemat, menepati janji, disiplin,
mencintai ilmu, dan berfikiran lurus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf
masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan
serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yang s
emuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang
dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak.
- Cara untuk mengamalkan tasawuf
- Bertaubat
- Bersyukur
- Bersabar
- Bertawakal
- Ikhlas
- Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu pendidikan
Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai aspek aspek yang ada hubunganya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain membahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses belajar-mengajar dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan tersebut ditunjukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang Muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Diketahui bahwa tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya seseorang hamba Allah yang patuh dan tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya serta memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia. Rumusan ini dengan jelas menggambarkan bahwa antara pendidikan islam dengan ilmu akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
Pendidikan dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan orang tua dirumah, guru disekolah dan pimpinan serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian integral dari pelaksanakan pendidikan yang berarti pula tempat dilaksanakannta pendidikan akhlak.
- Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Filsafat
Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berfikir mendalam, radikal, sampai ke akar akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Dalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk ditemukan hakikatnya. Kita misalnya melihat berbagai merek kendaraan, lalu kita memikirkanya, membandingkan antara satu sama lainya, kemudian kita menemukan inti atau hakikat kendaraan, yaitu sebagai sarana transportasi. Dengan menyebut transportasi, maka seluruh jenis dan merek mobil apapun sudah tercakup didalamnya.
Di antara obyek pemikiran fisafat yang erat kaitanya dengan ilmu akhlak adalah tentang manusia. Para filosof Muslim seperti Ibn Sina (9980-1037M.) dan Al-Ghazali (1059-1111) memiliki pemikiran tentang manusia sebagaimana terlihat dalam pemikiranya tentang jiwa. Ibn sina misalnya mengatakan bahwa jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Sungguhpun manusia tak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dan demikian tak berhajat pada badan namun untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan. Karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk berfikir. Panca indra yang lima dan daya-daya batin dari jiwa binatanglah seperti indra bersama, estimasi, dan rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya. Jika jiwa manusia memperoleh kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan, dan ika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, karena semasa bersatu dengan badan ia selalu dipengaruhi oleh hawa nafsu badan, ma ia akan hidup dalam keadaan menyesal dan terkutuk selama-lamanya diakhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu akhlak. Dalam pada itu al-Ghazali membagi umat manusia ke dalam tiga golongan . pertama kaum awam, yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan yang akalnya tajam dan berfikir secara mendalam. Ketiga kaum penengkar. Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat mengkap hakikat hakikatnya. Mereka mempunya sifat cepat percaya dan penurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sifat memberi nasehat dan petunjuk. Kaum pilihan yang daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat, sedangkan kaum penengkar mematahkan argumen-argumen. Pemikiran al-Ghazali ini memberi petunjuk adanya perbedaan dan cara pendekatan dalam menghadapi seseorang sesuai dengan tingkat dan daya tangkapnya. Pemikiran yang demikian akan membantu dan merumuskan metoden dan pendekatan yang tepat dalam mengajarkan akhlak.
Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusa, memperlakukanya, berkomunikasi denganya dan sebagainya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai.
Selain itu filsafat juga membahas tentang tuhan, alam dan makhluk lainya. Dari pembahasan ini dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan tuhan dan memperlakukan makhluk serta alam lainya. Dengan demikian akan diwujudkan dengan akhlak yang baik terhadap tuhan, manusia, alam dan makhluk tuhan lainya.
Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan Ilmu Akhlak tersebut, maka seseorang yang akan memperdalam ilmu Akhlak perlu pula melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu diatas. Selain itu uraian tersebut diatas menunjukan dengan jelas bahwa ilmu Akhlak adalah ilmu yang sangat akrab atau berdekatan dengan berbagai permasalahan lainya yang ada disekitar kehidupan manusia.
- Hubungan Ilmu Akhlak dan Sosiologi
Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak pengertian ( tarif ) tentang sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada “masyarakat” bukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Hubungan antara kedua ilmu ini sangat erat. Sosiologi mempelajari perbuatan manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok permasalahan sosiologi. Sebab, manusia tidak dapat hidup, kecuali dengan cara bermasyarakat dan tetap menjadi anggota masyarakat. Karena selalu bermasyarakat, terlihatlah sisi tingkat rendah atau tingginya keadaan suatu masyarakat, baik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun agamanya. Begitu pula, ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk masyarakat yang ideal mengenai perilaku manusia dalam masyarakat.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu relative sifatnya.
Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
- Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Jiwa (Psikologi)
Dilihat dari segi bidang garapannya, Ilmu Jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Melalui Ilmu Jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat. Dengan demikian Ilmu Jiwa mengarahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan cara menginterprestasikan perilaku yang tampak.
Hasil Studi tersebut menggambarkan adanya hubungan yang erat antara potensi psikologis manusia dengan Ilmu Akhlak. Dengan kata lain melalui bantuan informasi yang diberikan Ilmu Jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan Al-Quran, maka secara teoretis Ilmu Akhlak dapat dibangun dengan kokoh. Hal ini lebih lanjut dapat kita jumpai dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan Quraish Shihab, dalam buku terbarunya, Wawasan Al-Quran. Disitu ia antara lain mengatakan: “Kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga sebalik nya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut”. Ia lebih lanjut menguntip ayat yang berbunyi:
وَهَدَيْنَهُ النَّجْدَيْنٍ (البلد : 10)
“Maka kami telah member petunjuk (kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan buruk). (Q.S al-Balad, 90:10)
Namun demikian dalam kesimpulannya, Quraish Shihab berpendapat bahwa walaupun kedua potensi ini (baik dan buruk) terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan isyarat-isyarat dalam al-Quran bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Kecenderungan manusia kepada kebaikan ini terbukti dari adanya persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan jika terjadi terletak pada bentuk,penerapan,atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep moral yang disebut maruf dalam bahasa al-Quran. Tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orangtua adalah bururk. Tetapai bagaimana seharusnya bentuk penghormatan itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduannya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaan itu selama ini dinili baik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (maruf)
Uraian tersebut member kesan bahwa manusia dengan sendirinya dapat menjadi baik atau buruk,atau mengetahui yang baik dan buruk. Kesan ini ada benarnya dan adapula tidak benarnya Benarnya adalah memang ada sejumlah perbuatan moral yang dapat diketahui manusia terhadap perbuatan moral yang baik dan bururk itu terbatas. Manusia masih memerlukan informasi perbuatan moral yang baik dan yang buruk dari Allah SWT. Ini menunjukan bahwa sumber moral dalam ajaran Akhlak Islami berasal dari akal pikiran dan potensi yang dimiliki manusia, yang selanjutnya disempurnakanoleh petunjuk wahyu.
Berdasarkan uraian diatas, maka Quraish Sihab lebih lanjut mengatakan bahwa tolak ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah SWT. Apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
- Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiannya.Akhlak memerintahkan untuk berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala apa yang mudlarat, sedangkan Ilmu hukum tidak, karena banyak perbuatan yang baik dan berguna tidak diperintahkan oleh hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskindan perlakuan baik antara suami istri. Demikian juga beberapa perbuatan yang mendatangkan kemadlaratan tidak dicegah oleh hukum, umpamanya dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri urusan ini karena ilmu hukum tidak memerintahkan dan tidak melarang kecuali dalam hal menjatuhkan hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan larangannya.
Terkadang untuk melaksanakan undang-undang itu hajat mempergunakan cara-cara yang lebih membahayakan kepada umat, dari apa yang diperintahkan atau dicegah oleh undang-undang. Demikian pula ada keburukan-keburukan yang samar-samar, seperti mengingkari nikmat dan berkhianat, dan ini undang-undang tidak sampai untuk menjatuhkan siksaan kepada pelakunya. Maka itu tidak dapat jatuh dibawah kekerasan undang-undang, dan keadaannya dalam hal itu bukan seperti pencurian dan pembunuhan. Perbedaan lainnya adalah bahwa ilmu hukum melihat segela perbuatan dari jurusan buah dan akibatnya yang lahir, sedangkan akhlak menyelami gerak jiwa manusia yang atin (walaupun tidak menimbuhkan perbuatan yang lahir) dan juga menelidiki perbuatan yang lahir.
Ilmu hukum dapat berkata : “jangan mencuri, membunuh”, tetapi tida dapat berkata sesuatu tentang kelanjutannya. Sedangkan akhlak, bersamaan dengan hukum mencegah pencurian dan pembunuhan. Akhlak dapat mendorong manusia untuk “jangan berfikir dalam keburukan”, “jangan mengkhayalkan yang tidak berguna”. Ilmu hukum dapat menjaga hak milik manusia dan mencegah orang-orang mekanggarnya, tetapi tidak dapat memrintahkan kepada sipemilik agar mempergunakan miliknya untuk kebaikan. Adapun yang memerintahkan untuk berbuat kebaikan adalah akhlak.
- Hubungan Akhlak dengan Aqidah dan Ibadah
Hubungan antara aqidah, ibadah, dan akhlak adalah Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. Karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah.
Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai Iman yang lemah. Muhammad al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.
Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman.
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak. Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang kokoh dan ibadah yang benar , Karena akhlak tersarikan dari aqidah, aqidah pun terpancarkan melalui ibadah. karena sesungguhnya aqidah yang kokoh senantiasa menghasilkan amal ataua ibadah dan ibadah pun akan menciptakan akhlakul karimah. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu akhlak adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu akhlak jiwa kita lebih tenang damai, dan menjadi manusia yang lebih baik. Hubungan ilmu ahlak dengan ilmu tasawuf, psikologi, sosiologi, pendidikan, filsafat,aqidah dan ibadah dan hukum adalah untuk mengetahui apakah keadaaan rohani dan jasmani baik individu ataupun masyarakat tertentu baik atau buruk.
0 Comments